Hati dosen itu, Allah yang genggam.

Tak terkira, seberapa besar Allah menunjukkan kuasa-Nya.

Ini cerita tentang bagaimana ber-serah yang Allah ajarkan tahap demi tahap kehidupan. Tak ber-tepi, tiada ter-peri, begitu banyak hikmah yang Allah beri.

Beberapa tahun silam, dalam rentang waktu 2014 – 2018. Memiliki dosen yang begitu “ditakuti” mata kuliah beliau oleh sebagian mahasiswa.
Ngantuk sedikit, ngga boleh.
Pertanyaan, tiba-tiba saja mendarat di nama kita.
Ngga boleh jawab lupa.

Se-mengerikan itu memang. Tapi, untuk menunjang penjurusan dan penelitian yang harus dilakukan untuk tugas akhir, memaksaku untuk harus memilih mata kuliah-mata kuliah dengan beliau.

Takut? jelas was-was sekali kalau-kalau nilai jadi D.
takut ga lulus. takut ngulang. iya itu, cukup membuatku ketakutan.

Tapi, setiap kali akan memasuki kelas beliau. Selalu minta sama Allah, “ya Allah, engkau yang Maha membolak-balikan hati. maka, ketika ia memarahiku bukan tersebab beliau, tetapi tersebab dosa yang ku-punya. Allah, mohon ampuni dosa-dosaku. Lindungi-lah aku. engkau yang memiliki menggenggam hati dosen ya Rabb. Lembutkanlah hatinya ya Rabb. Lindungi-lah ya Rabb.”

Kekuatan pertolongan Allah-lah yang mampu membuat-ku berkali-kali bertahan kelas demi kelas yang harus ku lewati bersama beliau.
Pernah, sampai ber-empat saja satu semester. Masyaallah. Kalau saat ini, semua ketakutan-ketakutan itu menjadi pembelajaran, menjadi hikmah.

Hanya tersebab pertolongan Allah-lah kita mampu.
Laa haula wa la quwwata illa billah.

Hati-hati ya, perihal hati

Cinta tanpa nama adalah ketiadaan. Tapi doa tanpa nama adalah sebuah ketenangan.

Pernah baca buku kak sen?

Doa tidak pernah salah. Menyebut nama bukanlah sebuah dosa. Tapi aku kabarkan padamu wahai hati, hariku jadi lebih tenang setelah tidak menyebut nama dalam doa. Hati ini menjadi lebih bebas setelah nama itu ku hapus dari doa.

(Apa Kabar Rindu – @senyumsyukur)

Bagimu yang saat ini dalam diam mendoakan satu nama. Maka mungkin akan sulit untuk menerima tulisan ini. Tetapi, setelah nanti mungkin ada saatnya kamu mengatakan, “iya benar, aku lebih tenang ketika nama itu di hapus.”

Doa tanpa nama membebaskan hati dari segala sesak. Dari segala khawatir.

Semoga kamu berhasil ya. terbebas dari segala sesak. Dari segala khawatir. Dari segala ketakutan. dari segala pengharapan, yang kadang tak ayal telah melampaui batas ke-wajaran dalam meminta-nya dalam doa.

Hati-hati ya, perihal hati.

Ia mudah berbolak-balik.

Jangan pernah berhenti meminta pertolongan pada Allah ya. Sebab tanpa Allah, hati kita lemah dalam menjaga taat.

Tentang Waktu dan Maunya Tuhan; Allah

Kita sebagai manusia pasti selalu berharap, bahwa apa yang kita mau, apa yang kita harapakan terjadi sesuai rencana.

Tetapi cara dan maunya Allah tak pernah sama. Sebab Allah selalu tau yang terbaik. Bagian mana yang terbaik dan waktu yang yang terbaik. Kadangkala maunya Allah menyakitkan bagi kita pada saat itu, tetapi setelah-nya; setelah lautan air mata, setelah lautan sesak, setelah lautan pedih, setelah lautan perih, percayalah, pada ke-berserahan meminta pertolongan pada-Nya, lega itu akan datang pada ke-syukuran kita pada Ilahi.

Allah memang benar-benar Maha Tahu mana yang terbaik. Bahkan di-saat kita ingin menyerah sekali-pun, dalam dera ke-sesakan, pertolongan-Nya selalu datang dengan memeluk hati kita hingga kita tidak pernah mengerti betapa Maha Penyayang-nya Allah pada kita.

Kita tidak pernah tau, segala harap yang di-lantunkan apakah tepat untuk kita. Apakah memang kita butuh-kan dalam hidup?

Kita juga tidak pernah tau, pada segala harap yang di-lantunkan apakah waktunya telah tepat atau belum? Apakah memang kita sudah butuh pada waktu yang kita minta?

Kadang-kala, Allah memberi kita sebuah hikmah atau bahkan banyak hikmah pada waktu tunggu yang kita buat sendiri.

Mau-nya Allah itu selalu pada waktu dan ketetapan yang terbaik. Hanya saja, kita masih harus belajar untuk tabah pada ketentuan apapun setelah segala ikhtiar dan doa. Sebab bukan-kah Allah tak pernah membuat kita kecewa?

Untukmu yang ingin menikah

Untukmu yang ingin menikah.

Cinta, tak seharus-nya membuatmu berhenti menjadi diri-mu sendiri. Cinta tak  seharusnya membuat-mu menjadi berubah menjadi se-sosok yang sempurna di mata ia yang mencintai-mu. Cinta adalah sebuah penerimaan bukan perbandingan.

Ketika seorang ibu mencintai anaknya, ia tak peduli se-buruk apapun kamu di-mata orang lain. Baginya, kamu adalah pelita di dalam hati.

Ketika seorang ayah mencintai anaknya. Ia tak peduli, se-payah apapun harinya. Baginya, senyum di hatimu adalah penyejuk.

Ketika seorang kekasih mencintai kekasihnya, ia-lah yang berdiri disamping untuk menerima segala kurang dan lebih untuk sempurna dalam bersama.

Jika saja dalam memperjuangkan-nya, kamu harus kehilangan dirimu sendiri. Maka ada yang salah dengan perjuangan-mu.

Mungkin dalam perjalanan menuju-nya, bukan lagi Allah yang menjadi tujuan untuk berjuang.

Apa kamu lupa hakikat menikah? Ia tak berhenti pada debar yang hanya semu.

Menikah adalah untuk sakinah. Maka bila saja sebelum menikah kamu harus kehilangan dirimu sendiri. Kamu harus memperbanding-kan dirimu dengan seseorang yang lain. Kamu harus berpacu untuk mendapatkan-nya entah dari gebu cinta atau lebih tepatnya dari hanya sekedar ingin-mu, bukan dengan ingin-Nya.

Maka ada yang salah dengan ingin-mu. Ada yang salah dengan rasa-mu. Ada yang salah dengan perjuangan-mu.

Menikah bukan untuk bahagia. Maka jangan mencari untuk bahagia. Tetapi untuk berjuang di jalan-Nya.

Lantas, jika sudah karena perjuangan di-jalan-Nya. Maka dari arah mana kamu akan menjadi ber-pura-pura? Ber-pura-pura sempurna, padahal kamu penuh kurang yang harus ditutupi.

Perjuangan ini tak pernah menuntutmu sempurna. Ia hanya menuntut-mu mengeja sabar dan ikhlas. Lapang dan berserah.

Jika saja dalam memperjuangkan-nya kamu masih menyiksa diri. Maka, ada yang salah dengan perjuangan-mu.

Untukmu yang memilih diam dalam gusar. Untukmu yang memilih tabah dalam tanya. Untukmu yang memilih bisu dalam ribuan tanya. Ber-sabarlah pada hati yang masih setia untuk di-didik taat.

Jadi dirimu sendiri ya! yang memperjuangkan Allah. Percaya deh, Allah pun akan mem-pertemukan dengan ia yang memperjuang -kan Allah jua.

Untuk Melupa Tentang-mu, Aku Masih Ragu.

Jangan kau ajari aku bagaimana caranya ber-pura-pura tersenyum saat luka mendera. Aku telah hafal ribuan air mata yang di-sembunyi dibalik tawa. Aku telah hafal cara menyembunyi luka dibalik canda.

Dengan mencintai-mu. Telah ribuan duka yang ku-sembunyi di balik tegar. Yang ku- sembunyi di balik abai. Yang ku-sembunyi di balik sajadah.

Pada setiap luka yang telah ada, mengapa aku masih saja mempertahankan-mu dalam lirih. Pada setiap kode yang ku-beri apa kau benar tak pernah mengerti? Atau aku yang tak pernah mengerti kau telah menyuruh-ku pergi?

Kemana hati harus ku-bawa pergi jika duka-lara telah menyelimuti harapan?

Pada patah, pada ke-payahan, ku-upayakan untuk membuatnya tegap dalam lupa. Lupa bahwa aku pernah punya harap. Lupa bahwa aku pernah punya rasa. Lupa bahwa aku pernah punya doa untuk-mu.

Untuk melupa tentangmu, aku masih begitu ragu.

Mendidik Hati

Mendidik hati sebelum pernikahan itu perjuangan panjang.
Jangan kamu nodai sebab gebu yang semu.

Setelah menikah, kamu butuh ruang diskusi bukan ruang kritisi.

Jangan berhenti sebab gebu yang menjadi-jadi, lalu kamu menyimpulkan siap untuk meniti bersama.

Tenangah barang sebentar. Hilangkan gebu yang biasanya hanyalah semu.

Jika kamu tak pandai mengendalikan gebu di hati. Debar di dada. Kamu akan celaka dalam mengartikan kesiapan pernikahan.

Pernikahan tak cukup dengan makan cinta omong kosong. Sebab dibaliknya, ratusan bahkan ribuan konflik akan ada.

Maka jika hanya mengandalkan gebu nan semu, maka gebu luapan amarah pun mungkin tersebab kesalah-pahaman akan menjadi debur ombak yang besar.

Komitmen tak pernah cukup dengan kekaguman semata. Sebab disebalik kelebihan yang memikat, tersimpan ratusan bahkan ribuan cela yang butuh tambalan agar tertutup rapat.

Maka berhentilah mengartikan gebu sebagai cinta yang dicari. Berhentilah mengartikan cinta sebagai pernikahan abadi.

Sebab sungguh, jika kamu mencintai rabbmu maka kamu akan mencintai orang yang juga mencintai rabbmu.

Ketika bersamanya, bukan rayu yang membuat debarmu menjadi jadi. Tapi ketika bersamanya, kamu merasa Allah semakin lebih dekat.
Maka, tepatlah kamu berdiri.

Ia tak sempurna. Tapi bukankah jalan yang dituju itu sempurna?

Semoga itulah kesempurnaan cinta yang kamu temui ya.

Juga teruntuk aku, kelak nanti!

Ruang Kecewa

Pada setiap harap yang ku tumpahkan pada doa-doa dalam sajadah. Telah ku keraskan pada hati, “sediakan ruang kecewa”.

Pada segala harap yang melangit. Sudahkah kamu sediakan lautan luasnya rasa kecewa? Sebab tak semua pinta adalah terbaik.

Ruang kecewa bukanlah sebuah cara untuk merutuki segala apa yang terjadi. Ia adalah sebuah ruang untuk melapangkan hati. Meluaskan lautan rela. Mendidik hati untuk berkata, “inilah yang terbaik.”

Pada segala yang menjadi harapan. Bisikkan lebih dulu pada hati, “ruang kecewa untuk segala kemungkinan terburuk itu telah adakan?”

Nanti, ketika badai gelombang menghempaskan segala harap. Mudah-mudahan hatimu telah siaga ya.

@dini.kurnia

Ramadhan Pergi

Bagaimana rasanya Ramadhan yang telah meninggalkan-mu?

Tak ada lagi hiruk-pikuk menyiapkan hidangan buka puasa.
Tak ada lagi suara yang berteriak, “beduuuuk udah bunyiii”.
Tak ada lagi, sahur dengan mata yang masih mengantuk lalu dengannya kamu full bisa tahajjud 30 hari penuh plus shubuh tepat waktu plus sunnah fajar juga selesai 30 hari.
Tidak ada lagi ceklis harian targetan hafalan dan tilawah.
Tidak ada lagi tarawih dan witir yang memburumu di tengah asyiknya kunyahan takjil.

Biarlah Ramadhan saja yang berlalu, ibadah kita jangan berlalu.

Biarpun tak ada lagi rasa haru biru mendengar panggilan adzan magrib.
Biarpun adzan magrib tak se-merdu 30 hari sebelumnya.
Ku harap, ibadah kita masih terus se-manis hari yang telah berlalu.
Semanis kita memacu saling berlari mengejar targetan-targetan untuk memaksakan diri taat pada Ilahi Rabbi.

Hari ini, bagiku tak ada yang spesial.
Aku hambar di- tengah euforia kebahagiaan menyambut kemenangan.
Aku hilang- rasa.
Hilang rasa bagaimana harunya Ramadhan berlalu begitu saja.

Ramadhan-ku kemarin menjadi debar yang begitu mengagumkan.
Dari shalat menuju shalat adalah sebuah pacuan dan penantian yang mendebarkan.
Pacuan mengejar tilawah.
Penantian menuju waktu berbuka dan sahur.

Aku hilang –rasa.
Hilang rasa syahdu dalam ramadhan.
Ia telah pergi, meninggalkan kita semua.

Selanjutnya, kita akan berlalu seperti biasa.
Tak ada yang spesial lagi.
Tak ada mata yang melawan kantuk untuk mengejar ketertinggalan ibadah.
Tak ada.

Aku takut itu tak akan ada lagi.

Kamu, Jangan Khawatir Ya!

Jangan paksa Allah untuk mengabulkan semua mau-mu se-kehendak hatimu.

Moso iyo, kamu yang perintah-perintah Allah!

Berdoa pada Allah itu ada adabnya. Juga menerima apa yang dipilihkan Allah ada adabnya.

Setiap berdoa mohonkan pada Allah apa-apa yang menjadi khawatir agar Dia yang menunjukkan, bukan kita yang sok tahu membuat alurnya sendiri.

Setiap menerima keputusan atas apa yang telah dipinta, jangan gelisah jangan khawatir, sebab Allah tahu yang terbaik untuk setiap kehidupan kita.

Mengapa kita mesti khawatir, padahal engkau datang pada Rabb-mu meminta segala yang terbaik? Mengapa engkau khawatir setelah Allah pilihkan segala solusi yang telah datang?

Ragu-ragu, khawatir, barangkali kita masih menyimpan alur cerita yang kita buat sendiri. Menjadi ekspektasi setiap harapan yang di -semogakan. Padahal hakikat berserah adalah rela. Rela dengan ikhlas bahwa Allah pastikan kita untuk mendapati sesuatu yang akan membawa ke jalan kehidupan terbaik.

Kamu jangan khawatir ya!
Allah tidak pernah meninggalkanmu barang sebentar saja.
Kamu yang sering meninggalkan Allah kan?
Aku, apalagi.